B.Y. Eko Budi Jumpeno
Pengujian tersebut mengacu pada SNI ISO 3999:2008 dan SNI-6650.2-2002. Pengujian keselamatan kamera radiografi gamma ini berkaitan dengan pelaksanaan Perka BAPETEN No. 7 Tahun 2009 Pasal 42, Ayat (1) butir b dan c. Pada kurun waktu tahun 2012-2013 Laboratorium PTKMR BATAN melakukan pengujian 23 kamera gamma beserta asesorisnya. Dari 23 kamera gamma yang diuji, hanya 8 kamera gamma yang mendapatkan uji kebocoran radiasi, uji kebocoran radioaktif, serta uji visual dan ketahanan proyeksi dan hanya 5 kamera gamma yang lolos uji. Mengingat dalam Perka BAPETEN No. 7 Tahun 2009 hanya mewajibkan pelaksanaan uji kebocoran radioaktif untuk memperoleh perpanjangan izin, pengguna kamera gamma tidak mengajukan jenis uji tersebut. Untuk menjamin adanya dasar hukum yang mendukung pelaksanaan pengujian kamera gamma radiografi sesuai standar nasional Indonesia , maka Perka BAPETEN No. 7 Tahun 2009 perlu direvisi.
B.Y. Eko Budi Jumpeno, Egnes Ekaranti, Fendi Nugroho
Telah dilakukan verifikasi dosis H*(10) pada evaluasi dosis radiasi lingkungan menggunakan dosimeter OSL tipe EX. Pertama, disiapkan dosimeter OSL tipe EX sebanyak 16 buah yang dibagi menjadi 4 grup yaitu Grup Kontrol, Grup 1, Grup 2 dan Grup 3 yang masing-masing grup terdapat 4 buah dosimeter. Kemudian, dosimeter OSL pada Grup 1, Grup 2, dan Grup 3 disinari dengan radiasi dari sumber Cs-137 dengan dosis HP(10) masing-masing 1 mSv, 2,5 mSv, dan 5 mSv. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio nilai measured dose terhadap true dose adalah 0,87 - 0,95 (deviasi measured dose terhadap true dose berkisar antara 7 - 13%) pada penyinaran 1 mSv, 1,03 - 1,07 (deviasi berkisar 3 - 7 %) pada penyinaran 2,5 mSv, dan 1,07 - 1,13 (deviasi sekitar 7 - 13%) pada penyinaran 5 mSv. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa nilai deviasi measured dose terhadap true dose ≤ 13% sehingga pengukuran dosis radiasi lingkungan/daerah kerja menggunakan dosimeter OSL tipe EX di Subbidang KKPR PTKMR BATAN dapat dipercaya. Namun demikian perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap tingkat kepercayaan hasil evaluasi dosis H*(10) dengan dosis kurang dari 1 mSv.
B.Y. E. B. Jumpeno, Irma Dwi Rahayu dan E.A. Ardyanti
Pemegang izin pemanfaatan sumber radiasi seharusnya bertanggung jawab terhadap penyusunan pengaturan penilaian paparan kerja berdasarkan pemantauan personel yang tepat. Layanan pemantauan dosis personel menggunakan dosimeter pasif yaitu thermoluminesence dosimeter (TLD) dan optically stimulated luminescence dosimeter (OSLD) merupakan salah satu sarana untuk memenuhi persyaratan tersebut. Studi ini mendeskripsikan respon dosis Hp(10) terhadap radiasi gamma 137Cs dan sinar-X 80 kV menggunakan TLD-900, TLD-700 dan OSLD serta kriteria keberterimaannya berdasarkan General Safety Guide No. GSG-7. Dalam penelitian ini disiapkan 24 dosimeter untuk setiap jenis TLD-900, TLD-700 dan OSLD. Masing-masing jenis dosimeter dibagi dalam 6 kelompok yaitu Gamma 1, Gamma 2, Gamma Control, X-ray 1, X-ray 2, dan X-ray Control yang berisi 4 buah dosimeter untuk se tiap kelompok. Semua dosimeter yang sudah di-annealing, dikemas, dan diberi label selanjutnya dikirim ke Laboratorium Dosimeter Sekunder Standar (SSDL) untuk diiradiasi gamma 137Cs dan sinar-X 80 kV dengan mengikuti protokol yang berlaku di SSDL. Setelah mendapatkan penyinaran, dosimeter TL dibaca menggunakan TLD reader dan dosimeter OSL dibaca menggunakan OSLD microStar Reader. Kemudian respon dosis Hp(10) dianalisis. Hasil studi menunjukan bahwa TLD-900 paling baik digunakan untuk pemantauan dosis personel Hp(10) pada radiasi gamma 137Cs diikuti OSLD dan TLD-700. Sedangkan pemantauan dosis personel pada medan radiasi sinar-X 80 kV paling baik menggunakan TLD-700 diikuti OSLD dan TLD-900. Dalam uji banding ini, rasio Hp(10)Meas terhadap Hp(10)Exp pada radiasi gamma 137Cs dan sinar-X 80 kV untuk semua jenis dosimeter masuk kriteria keberterimaan kurva terompet.
Icuk Setiyawati, Abdurrouf, Eko Pujadi, P.A Saraswati
This research aims to predict the damping concentration effect on the dynamic of annually (Nerage dose of Particulate PMl0 in a specific region. In this research, the damping concentrqtion is predicted numerically by simulating Particulate PM10 overage dynamic dose rate in the air. Dynamic dose rate is calculated by using numeric integration metlpd which is trapezoidol method of concentration rate in a defined period of time. Afier calculation dynonic dose rate before and after damping concentration effort per year is obtained. From the colculatioq it is concluded that before the damping concentration effect applied, dynamic dose rate in the air increases along with time increment. If damping concentration effort of l0% is applied per year, the dose rate is suppressed four times smaller than before. By applytng concentration damping by 50%, one canreduce the average dose rate to constant.
Sri Handani, Sri Mulyadi, Ayuningtyas dan Eko Pudjadi
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat-sifat fisis partikel dari beberapa jenis bedak bayi dan hubungannya dengan proses inhalasi. Parameter yang ditentukan antara lain kandungan unsur dalam bedak bayi yang dibandingkan dengan standar kualitas udara sekitar yang ditetapkan EPA, konsentrasi partikel bedak bayi dan proses inhalasi bedak bayi. Penelitian ini menggunakan cascade impactor, XRF portable XMET-5100 dan software biokmod. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan unsur yang terdapat pada 7 sampel jenis bedak bayi ini Fe, Sn, Zn, Ca, W, Zr, Sb, Ti, Mn, Ni, Sr, Cr dan Cu dan beberapa bedak bayi mengandung unsur Pb, Co, Cd, dan Ta yang memiliki resiko terhadap kesehatan. Semua jenis sampel bedak bayi melebihi standar yang telah ditetapkan EPA yaitu sebesar 150 µg/m3 untuk PM10 dan 35 µg/m3 untuk PM2,5. Dengan menggunakan program biokmod proses inhalasi bedak bayi diperoleh pengendapannya lebih banyak pada ET2 yaitu bagian pharynx dan larynx, dan akan lebih banyak mengendap pada bayi yang berumur 3 bulan.
Eko Pudjadi, Rima Suciyani, Innes Gania Sahira, Megga Ratnasari Pikoli
The airborne bacteria and fungi in parking building, playground and food court in Blok M Square, South Jakarta, were assessed in order to investigate air quality in one of the shopping center in Jakarta. The air sample was passed through plate count agar and potato dextrose agar using a single-stage multi-orifice Sampler SKC Biostage Standard. Results showed that average microbial concen-trations were 200.17, 101.17, 55, 33 CFU bacteria per m3, and 109.54, 37.69, 27.09 CFU fungi per m3 of air volume in the parking building, the children playground and the food court, respectively. The most dominating bacteria had characteristicsresembleairborne Bacillus subtilis, while the most dominating fungi wereidentified as Cryptococcus sp., Aspergillus spp., Penicillium sp. and Candida sp. The microbial concentrations were different significantly (α=0,05) inall the three areas. In addition, there were strong relationship and significant influence between the concentrations of bacteria and fungi to temperature, humidity and light intensity in in all the three areas based on Pearson correlation analysis. For today, there is no air quality standard specifically for shopping center, so the data were compared tocommon standards for indoor air quality. The concentration of bacteria and fungi met the standard regulated by TheMinistry of Health Republic of IndonesiaNo.1405/MENKES/SK/ XI/2002 about Environmental Requirements for Office and Industrial., i.e <700 CFU/m3, and acceptable according to World Health Organization (WHO) with 500 CFU/m3 as a normal condition. In any case, it is advisable to be aware ofthe spread of airborne bacteria and fungi in shopping centersthat are potentially pathogenic.
D.M Hariyadi, E. Hendradi, M. Rahmadi, N.S. Bontong, E. Pudjadi dan N. Islam
This study's aim is to characterize aerosolization properties of ciprofloxacin loaded kappa-carrageenan microspheres for pulmonary delivery. Ciprofloxacin-carrageenan microspheres by ionotropic gelation were prepared and characterized for moisture content, yield, drug loading, efficiency, aerosolization properties, activity and stability. Characteristics showed spherical microspheres, smooth and size below 2µm, moisture content of <4%, yield of 46-58%, encapsulation efficiency of 40-94% and loadings of 25-37%. Optimum microspheres containing 1%w/v carrageenan and 0.6% w/v KCl, showed 58% yield, 38% loading 94.5% efficiency with slowest release. The fine particle fraction was 30%. The increased concentration of polymers from 0.5% to 1% and crosslinker from 0.2% to 0.6% significantly increased moisture content, yield, drug loading, efficiency, and aerosolization. Ciprofloxacincarrageenan microspheres were found to be stable up to 30 days storage and have high activity against Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa at a low dose. Inhaled ciprofloxacin-carrageenan microspheres may be useful against respiratory tract infection.
Budi Prayitno, Suliyanto, Eko Pudjadi
Perhitungan perkiraan konsentrasi radioaktivitas alpha di dalam saluran pernapasan pada kondisi operasi normal Instalasi Elemen Bakar Eksperimental, telah dilakukan. Perhitungan ini bertujuan untuk melihat seberapa besar konsentrasi radionuklida gross alpha yang terhirup oleh pekerja, dibandingkan dengan batasan yang direkomendasikan oleh IAEA (International Atomic Energy Agency). Metode yang digunakan menggunakan pendekatan model biokinetika sistem pernapasan manusia sesuai ICRP (International Commission on Radiological Protection) Publikasi 66/1994, yang diekstrapolasi dari pengukuran konsentrasi aktivitas radionuklida pemancar alpha di udara. Pengukuran radionuklida pemancar alpha, jumlah dan diameter partikulat di udara dilakukan di ruang HR-05. Hasil pengukuran radioaktivitas alpha di udara tertinggi sebesar (3,053 ± 0,095) Bq/m3 di ruang HR-05, namun masih di bawah batasan yang diperbolehkan (20 Bq/m3). Hasil perkiraan konsentrasi radioaktivitas alpha untuk organ saluran pernapasan tertinggi terjadi pada bulan Mei 2011 pada Extrathoracic bagian atas, Extrathoracic bagian bawah, Bronchi, Bronchioles dan Alveolar-interstitial, berturut turut sebesar: 0,441 Bq/m3; 0,562 Bq/m3; 0,038 Bq/m3; 0,058 Bq/m3 dan 0,340 Bq/m3. Hasil perhitungan selanjutnya, menunjukkan bahwa, aktivitas radionuklida pemancar alpha di paru-paru untuk pekerja di ruang HR-05 sebesar 0,745 Bq/menit per-gram paru-paru. Mengingat adanya akumulasi partikel alpha dalam saluran pernapasan, maka petugas proteksi radiasi (PPR) dan pekerja radiasi perlu memperhatikan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
Muji Wiyono, Dadong Iskandar, Eko Pudjadi dan Wahyudi
Telah dilakukan penentuan kandungan unsur pada cuplikan abu terbang dari salah satu PLTU batubara di Pulau Jawa dengan metode analisis aktivasi neutron (AAN). Abu terbang setelah keluar dari Electrostatic Precipitator (EP) dicuplik menggunakan probe isokinetik. Cuplikan yang sudah terkumpul dikocok selama dua menit dan dikeringkan dalam oven pada suhu105ºC selama dua jam. Cuplikan abu terbang dan Standard Reference Material (SRM) NIST 1633b Coal Fly Ash masing-masing dimasukkan dalam vial polietelin ukuran 0,273 ml dengan berat sekitar : 10-15 mg, 15-20 mg dan 25-30 mg. Vial abu terbang dan vial SRM kemudian dimasukkan dalam tiga kapsul polietelin dan diberi kode. Masing-masing kapsul kemudian diiradiasi pada Rabbit System Reaktor Serbaguna Siwabessy pada Daya 15 MW selama 1 menit (iradiasi pendek), 15 menit (iradiasi menengah), dan 3 jam (iradiasi panjang). Sampel hasil iradiasi selanjutnya dicacah menggunakan Spektrometer Gamma dengan detektor HPGe buatan Canberra GC-2020 dan dianalisis menggunakan perangkat lunak Genie 2000 dan Excel 2007. Hasil analisis menunjukkan bahwa cuplikan abu terbang dari PLTU batubara mengandung unsur mayor yaitu : Al, Mg, Ca, Mn, Ti, K, Na, Ba, Fe, Ca dan Zn dan unsur minor yaitu : V, Cr, As, Sc, Se, Sr dan Co.
Muji Wiyono, Dadong Iskandar, Eko Pudjadi dan Kusdiana
Telah dilakukan penentuan kandungan unsur pada berbagai bahan pangan (beras, bayam, singkong, kangkung, labu, pepaya, pisang dan ubi) yang berasal dari daerah radiasi alam latar tinggi di Desa Boteng, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju–Sulawesi Barat menggunakan metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Berbagai bahan pangan dibersihkan, dikeringkan, digerus dan diayak dengan ukuran 200 mesh. Cuplikan dan Standard Reference Material 1568a (SRM) Rice Flour, masing-masing dipreparasi dalam vial polietelin 0,273 ml dengan variasi berat: 39,9-40,2 mg, 49,9-50,2 mg dan 99,9-100,2 mg dan diberi kode. Selanjutnya vial polietilen tersebut disusun dan diiradiasi selama 3 menit (pendek), 20 menit (menengah) dan 3 jam (panjang) di Reaktor Serbaguna Siwabessy pada 15 MW. Cuplikan dan SRM hasil iradiasi pendek langsung dicacah menggunakan Spektrometer Gamma dengan detektor HPGe buatan Canberra GC-2020 selama 2 menit, sedangkan untuk iradiasi menengah dan panjang setelah ditunda selama 2 hari dan 2 minggu, dicacah berturut-turut selama 30 menit dan 1 jam. Diperoleh variasi kandungan unsur pada berbagai bahan pangan yaitu unsur K : (1,24 - 299.418,67) mg/kg, unsur Fe : (ttd : tidak terdeteksi – 40.038,12) mg/kg, unsur Na : (ttd – 12.918,33) mg/kg, unsur Mg : (19,44 – 9.346,82) mg/kg, unsur I : (ttd – 3.665,23) mg/kg, unsur Cl : (0,007 – 1.607,06) mg/kg, unsur Ca : (ttd – 1.387,59) mg/kg, unsur Br : (1,08 – 1.201,16) mg/kg, unsur Rb : (ttd – 912,92) mg/kg, unsur Zn : (ttd – 252,89) mg/kg, unsur Mn : (0,019– 90,12) mg/kg, unsur Al : (ttd – 47,56) mg/kg dan unsur Co : (0,009 – 40,81) mg/kg. Data yang diperoleh tersebut dijadikan sebagai data dasar (baseline) kandungan unsur-unsur pada daerah radiasi alam latar tinggi.
Johan A.E. Noor dan Eko Pujadi
Mount Bromo in East Java, Indonesia is erupting from 23 November 2010 and ejects ash with a maximum height of 1,500 meter and throws lava as high as 50-300 meters from the crater. In any eruptions the presence of natural radioelements is evident with high concern to affect the human health living near the volcano. This survey was aimed to determine the levels of radiation from the volcanic ash. We measured radiation dose rate, soil gamma-ray concentration, soil heavy metals contents and dust/ash concentration at four spots along the volcano’s caldera located at the village of Cemorolawang, District of Probolinggo just 2 km east of the crater. It was revealed that the radiation exposure rate was 14-16 μR/hr and the concentrations of K-40, Ra-226 and Th-232 were 760.8±84.6 Bq/kg, 31.9±4.2 Bq/kg and 57.0±6.8 Bq/kg, respectively. We also found that the concentration of the particulate (PM10) was 52.9±5.1 μg/m3.
Kusdiana, Asep Setiawan, Eko Pudjadi and Syarbaini
Mopping of environmental garnrna radiation in the province of West Sumatcra bas been done, This activity is part of mapping the environmental radiation in lodonesia in order to complet the baseline of Indonesia's environmental radiation data. Measurements were carried out by using a portable gamma spectrometer Exploranium GR-130, *nd sampling area was divided into the 40 km x 40 km sreas using GPS positioning. Envircnmental gamma radiotion dose rate in the region of \ilest Sumatera was varied frorn 35.fi1110,48 nSv/h to 103t23 nSv& with an ayerage of 60*13 nSvih. Environmental gamma radiation lcvels in the region of West Sumatera were relatively equal to tht average level of gamma radiation in Indonesia, but it was slightly higher compared to the gamma radiation mea$urements obtained in most areas of Java, most of Sumatera, Kalimantan, Bali and Nusa Tenggara islands.
Asep Setiawan and Eko Pudjacli
Measurement of gross alpha and gross beta is a simple method used for the deternrination of prelimininary test of alpha and beta radioactivities in water for public health and nuclear emergencies purposes. Measurement of gross alpha and beta can be conducted by using EPA 900.0 metthod and SNI IS0 9696: 2009 / SNI ISO 9697: 2009 and the purpose ol'this rescarch was to compare both methods. After preparation of the samples, lbr EPA 900.0 method the obtained sample with maximum total dissolved solid (TDS) of 500 mg/L and maximum measureme of residues of 0.100 g for alpha and 0.200 for beta. For method of SNI ISO 9696:2009 and SNI ISO 9697:2009 the obtained sample with measurement residue betrveen 0.1734 g and 1,0000 g or TDS bctween 65.41 mglL and 350.4,1 mg/L lbr IL volume of water sample. EPA 900.0 method gave the recovcry of 59.31 7u for alpha counting (2{rAmstandurd),92.90 oA lbr beta counting 1"0Sr/e0Y standard), and with mix standard lzarAnr+e0sr/e0Y1 it rvere 41.87 (% for alpha counting and 92.26 7o for beta counting. Whereas SNt lS0 9696:2009 and SNI ISO 9697:2009 methotls gave the recovery of 10.22 7o lbr alpha counting (2arA m standar d), 72.46 "h for beta counting 1e0sr/e0Y standard), and rvith nrix standard ('arAm+e0Sr/e('Y) it rvere 10.94 " lbr alpha counting and 81,78 7o for beta counting. Based on timcs recluired to analysis, EPA 900.0 method needed + 6 h and SNI ISO 9696:2009 and SNI IS0 9697:2009 metthods needed 4 t h. Based on materials and tools, EPA method was simpler and for overall EPA 900.0 method was more effective and efficient.
Muji Wivono, Dadong Iskandar, Eko Pudjadi and Wahyudi
Analysis of TliN()RM radiation saletv on several oll.shorc of thrcc oil and gas industries (A, B
and C) in Jirva lsl:rnd has been carried out, An.rlysis included r:rdiation exposurc ratc, surfacc
tontanrination, the kind and level ol conccntration ol'radionuclidcs in TENORN'I. Ratliation cxposurc
tvas measurcd by using Ludlum l9 surveymeter und surface contaminution rvrs nreirsurcd by using the
Mini Monitor Series 900 at t5 rnm distancc from the surfacc of TENORM. While the kind and levcl of
ratlionuclitles in TENORIVI concen(ralion rrcre dctc,rmined bv collecting the I'ENORIVI sanrplcs that
were tnensured by using thc ORTEC's C;EM-60HPCie Camma Spectrometer. The resull of rrrdiation
exl)osurc rate in oil antt gas intlustries A, Ii and C rvas ranged fronr not detected to 38.0 + 2.8 pR/h,42.5
+ 4.9 pR/lt andll5.0 + 7.1 pRih, respectively. The surlirce corrtirrnin'ation in oil and gas industries A, B
anrl C rvas rangert ironr not detectc(l tol.litl * 0.30 Bq/cnr2, 1.3 + 0.09 Bt;/crn: anrl 0.74 + 0.05 Bq/cmz,
.rcsficctivclv. While the kind and level of radionuclidc concentrations rvcrc ranged lionr 0.14 + 0,02
B<;/kg to 18,450 i 1,766 Bq/kg lbr'!'t2'Ih radionuclirle,0.l2 + 0.tll Bq/hg to 18,291 + l,73tt Bq/kg for
22E'l h radionuclide, 0.06 + 0.01 Bq/kg to 9,507 + 894 Bq/kg fbr 220lla radionuclidc and 0.09 +0.01 Bq/kg
to 1.545 + 2ltl Bq/kg lbr arrK ratliortucli
Syarbaini and E. Pudjadi
Radon and thoron exhalation rate from soil is one of the most important factors that can influence the radioactivity level in the environment. Radon and thoron gases are produced by the decay of the radioactive elements those are radium and thorium in the soil, where its concentration depends on the soil conditions and the local geological background. In this paper, the results of radon and thoron exhalation rate measurements from surface soil of Bangka Belitung Islands at thirty six measurement sites are presented. Exhalation rates of radon and thoron were measured by using an accumulation chamber equipped with a solid-state alpha particle detector. Furthermore, the correlations between radon and thoron exhalation rates with their parent nuclide (226Ra and 232Th) concentrations in collected soil samples from the same locations were also evaluated. The result of the measurement shows that mostly the distribution of radon and thoron is similar to 226Ra and 232Th, eventhough it was not a good correlation between radon and thoron exhalation rate with their parent activity concentrations (226Ra and 232Th) due to the environmental factors that can influence the radon and thoron mobilities in the soil. In comparison to a world average, Bangka Belitung Islands have the 222Rn and 220Rn exhalation rates higher than the world average value for the regions with normal background radiation.
Nurokhim, Kusdiana dan Eko Pudjadi
High background radiation areas usually are correlated to the high concentration of primordial radionuclides activity from Uranium/Thorium series and 40K. This paper reported the natural radioactivity level in soil sample was taken from Botteng Utara village area. The activity of primordial radionuclide such as 226Ra, 232Th and 40K were investigated from the soil by gamma spectrometry. In order to evaluate the radioactivity levels of the area, Radium equivalent activity (Raeq), the absorb dose rate (D), the annual effective dose rate (E), the external hazard index (Hex), and internal hazard index (Hin) were calculated and compared with the internationally approved value. The concentration of 226Ra, 232Th and 40K measured by gamma spectrometry are lies in the range 268.90 to 2921.17, 993.07 to 3153.81, and 115.72 to 438.26 Bq.kg-1respectively. The average and maximum annual effective dose received by Botteng Utara resident from terrestrial gamma rays are 10.40 and 18.62 mSv y-1, which is the maximum received by resident of Tande-Tande hamlets. This present work clarify that Botteng Utara isan area with high background radiation exposure from primordial radionuclides activity.
Susilo Widodo, Wahyudi, Muji Wiyono, Eko Pudjadi, Dadong Iskandar, Syarbaini
Radionuclide monitoring systems with adequate sensitivity are urgently needed to be developed in Indonesia for the following reasons. First, the system can be part of the national infrastructure required for the development of nuclear power plants (NPPs) and second, the system is required for anticipating the nuclear emergencies that may occur in neighboring countries. The system may be functioned also as part of CTBTO’s global monitoring system. For developing a stationed monitoring system, site surveys need to be undertaken for selecting appropriate locations for installing air sampling units that shall be capable to sampling radionuclides released by NPPs operated in Asia including in the islands of Bangka, Belitung, Kalimantan and Java. This paper reports a preliminary site assessment of several locations in the cities of Padang, Medan, Pangkalpinang, Pontianak and Manado. The sites for the candidate of station were chosen from a number of facilities owned by BMKG. The survey was conducted by observing the parameters set by the CTBTO for the global monitoring system including level of background radiation dose rate, meteorological data, geographical and topographical conditions, and the availability of supporting facilities and infrastructure. The survey results show that among eight surveyed locations within five cities, the BMKG station at Supadio Pontianak airport is the most attractive candidate for the first installation of a radionuclide sampling station. These results have not considered the possibility of building NPPs in eastern part of Indonesia such as Lombok Island.
Ghifari M. Fajri, Bunawas, Sri Herwiningsih
Radiation dose monitoring using individual TLD dosimeters plays an essential role in controlling radiation exposure received by radiation workers. TLD dose evaluation can be done by algorithm method. This study aimed to develop a Hp(10) dose evaluation algorithm on TLD, using the curve fitting method, linear combination of response matrix, and direct element reading. The Hp (10) dose evaluation algorithm developed in this study then be tested in terms of the criteria standard. There were three segments in the Hp(10) dose evaluation algorithm: low energy (40 – 100 kV) with a linear combination response matrix method, 150 kV with a correction factor plot between r12 to R23, and energy above 200 kV. The algorithm gave good results in a range of low, medium, and high energy photon sources. At the same time, the linear combination method obtained C1 as much as 0.475 and 0.072 for C2. The Hp(10) equivalent dose evaluation algorithm met the standard trumpet curve recommended by the IAEA and plots of bias against standard deviation and tolerance of satisfaction on the ANSI standard. Intercomparison were carried out to test the readiness of the algorithm’s competence against the BARC and Pradhan algorithms and produced excellent results.
A. T. Desviana, F. N. Adhisti, and B. Bunawas
Interventional cardiology and radiology workers are exposed with occupational radiation. Radiation workers must use not only personal dosimeter; but also eye lens dosimeter in order to maintain the dose that does not exceed the dose limit value set by Nuclear Energy Regulatory Agency (Bapeten) which is 20 mSv a year with no single year exceeding 50 mSv. In order to provide a reliable with affordable price dosimeter, a new eye lens dosimeter was developed at NuklindoLab using TLD-900 (CaSO4:Dy) disc for measurement of dose in term of Hp(3). The type testing including homogeneity test, linearity of dose response, angular dependence test, and determining detection threshold were done after the irradiation carried out in Secondary Standard Dosimetry Laboratory (SSDL) Agensi Nuklear Malaysia. The method of the irradiation was based on ISO 4037-3 and the reference of the type testing was based on ISO 12794. The coefficient of variance (CV) value from homogeneity test results 4.8%, the linearity test result R2 values vary from 0.998 to 0.999, the angular dependence result ranges from 0% to 19% with average value 12.9%, and the detection threshold of SOCA dosimeter value was 0.35 mSv.
Ni Kadek Nova Anggarani, Johan A.E Noor, Bunawas
Telah dilakukan pembuatan dan pengujian dosimeter lensa mata dengan menggunakan detektor TLD CaSO4:Dy pada medan radiasi beta. Diperoleh hasil tanggapan yang baik untuk keterulangan dan homogenitas dengan perolehan variasi tanggapan di bawah 10%. Tanggapan terhadap variasi energi beta menunjukkan bahwa energi beta di bawah 0,7 MeV yang diwakilkan oleh 85Kr tidak dapat menembus lapisan filter dan untuk energi beta tinggi 90Sr/90Y masih dapat menembus lapisan filter dan memberikan respon terhadap 137Cs sebesar 0,44±0,07. Hasil tanggapan sudut datang radiasi beta menunjukkan kebergantungan terhadap sudut datang penyinaran. Tanggapan energi foton yang memperlihatkan kebergantungan pada energi di bawah 100 keV dengan tanggapan sudut datang radiasi pada energi 65 keV menunjukkan hasil yang cukup baik dengan selisih bacaan terhadap penyinaran 0° maksimum sebesar 20%.
Ghifari Muhammad Fajri, Risalatul Latifah, S.Si., M.Si.
Adanya bukti terbaru akan banyaknya penyakit katarak yang disebabkan oleh radiasi pada pekerja radiasi intervensional maka ICRP 118 merekomendasikan untuk menurunkan nilai batas dosis tahunan pada mata menjadi 20 mSv. Semakin kecilnya batas dosis membuat monitoring dosis ekivalen yang diterima oleh lensa mata sangat penting dilakukan, namun keterbatasan alat dapat menghambat monitoring dosis pada lensa mata. Estimasi Hp(03) dari nilai dosis Hp(10) berdasarkan faktor koreksi ini bisa digunakan untuk evaluasi apakah dosis pada pada lensa mata melebihi NBD berdasarkan ICRP 118 dan perka BAPETEN 2013. Studi literatur telah dikerjakan untuk bisa memberikan nilai perkiraan dosis dari Hp(10) dalam apron dada menjadi dosis personal Hp (10) pada ketinggian mata, dengan mempertimbangkan banyak faktor mulai dari faktor koreksi dosimeter, koreksi faktor terhadap paparan horizontal, penggunaan kacamata Pb, konversi Hp(10) menjadi Hp(3) dengan perhitungan data monoenergetik, serta perbandingan rasio mata kanan terhadap mata kiri. Sebanyak 116 bacaan TLD Hp (10) yang didapat dari 12 rumah sakit yang melakukan prosedur radiologi intervensional telah dilakukan estimasi perhitungan Hp(3). Sampel nilai Hp(3) yang tinggi dari hasil perhitungan adalah 78 mSv dalam satu tahun yang mana nilai ini melebihi dari rekomendasi terbaru untuk nilai batas dosis (NBD), dengan tingginya risiko tersebut maka direkomendasikan untuk menggunakan dosimeter mata.
Evita Muthia’tul Maula, Johan noor, Bunawas
CaSO4: Dy thermoluminescent dosimeters (TLD) disc known as TLD-900 is widely used for personal dosimetry purposes. An optimum response dosimeter procedure can be determined from its characteristics. The equivalent dose limitation for hands and feet or skin Hp (0.07) of 500 mSv/year. Therefore, we need a device to measure the radiation dose to optimize the safety of radiation workers so do not exceed the limit detection. The research objective is to produce accurate dosimeters by testing the characteristics of personal dosimeters according to ISO 12794: 2000. Tests of 129 dosimeters were tested with dosage variations of 0.3, 0.5, 1, 3, and 5 mSv in the 90Sr beta, gamma 137Cs, and x-ray voltage 20-100 kV in Secondary Standard Dosimeter Laboratory (SSDL). The results of tests obtained the dosimeter's dependence on angle variations is relatively small and has a high energy dependency. Obtaining a dosimeter limit for the detection of extremities for beta and photon radiation less than 1 mSv with the lowest sensitivity being at 80 keV of 24 µSv. The dosimeter response to extremity is good, evidenced by the reading values within the trumpet curve range set by the IAEA and EURADOS.
Achdiana Z. Afifah, Johan A.E. Noor, Bunawas, Rasito
Abstract— The activities done by the medical industry can cause the radiation workers to be exposed to the neutron radiation. Especially cancer therapies that operate the LINAC with the energy above 10 MV that will produce a secondary product in the form of neutrons. The main concern is the type of neutron in the control room which is the thermal neutron. In an attempt to preserve the workers’ safety from the neutron radiation risk and the requirement of using neutron dosimeter for each person by BAPETEN, a neutron dosimeter that uses BARC dosimeter with CaSO4:Dy TLD which is added with Gadolinium oxide (Gd2O3) is developed. The used method was the MCNP simulation method with the geometry model input which was customized to the experiment’s geometry. Based on the simulation, it was found that the thermal neutron rate was 22.9 μSv/hour with the calibration factor of 2.95 nC/ μSv. As for the detection limit for the Hp (10) bodily dosage neutron dosimeter for each person with CaSO4:Dy TLD was added a coating radiator of Gd2O3 with the thickness of 20 μm for the 95% trust interval in the amount of 0.014 mSv.
Rosa Desinta, Risalatul Latifah, Rio Imam Santoso, Bunawas
International Commission on Radiological Protection (ICRP) menurunkan dosis ambang katarak dari 2‒5 Gy menjadi 0,5 Gy yang diikuti penurunan nilai batas dosis (NBD) lensa mata pekerja radiasi menjadi 20 mSv/tahun. Staf cathlab merupakan salah satu kelompok pekerja yang rentan menerima dosis lensa mata tinggi karena bekerja di dekat sumber radiasi sehingga dosis lensa mata staf perlu dipantau. Pemantauan dilakukan untuk menganalisis dosis lensa mata yang diterima pekerja dan memastikan pekerja terproteksi dengan baik. Pengukuran dosis lensa mata dilakukan pada Hp(3) atau pada kedalaman 3 mm karena lensa yang sensitif terhadap radiasi pada kedalaman tersebut. Pemantauan dilakukan selama satu minggu pada 14 staf (dokter, perawat, dan radiografer) dan pemantauan 4 prosedur berbeda dengan dosimeter lensa mata (SOCA Dosimeter) yang berisi TLD chip dan holder yang disematkan ke bandana. Dosis lensa mata yang didapatkan dari pemantauan selama seminggu berkisar antara 0,108 – 1,642 mSv dan pemantauan per prosedur 0,033 – 0,393 mSv. Dosis tahunan yang diterima pekerja berdasarkan estimasi yang dilakukan masih banyak yang melebihi NBD sehingga pemantauan dengan dosimeter lensa mata perlu dilakukan dan alat pelindung mata perlu digunakan untuk mereduksi dosis lensa mata yang diterima.
Rasito dan Bunawas
We developed a single sphere spectrometer (SSS) with a gold foil detector for neutron spectrometry. The detector of SSS is seven gold foil with 11 mm diameter and 0.18 mm thickness, which is placed in the polyethylene sphere of 30 cm diameter. The response of the detector was calculated for neutron in energy range 1×10-9 MeV up to 1×102 MeV using the Monte Carlo method by the MCNPX code system. The calculations were done based on the input of the SSS geometry model, source radiation, and fluence tally models. The validation of this SSS response was done with measure the neutron spectra from 252Cf standard source at the neutron calibration laboratory of the Center for Technology of Radiation Safety and Metrology, National Nuclear Energy Agency, and compared with Bonner Sphere Spectrometer (BSS) LiI(Eu). Based on this comparison, it was known that the SSS Au foils measurement differs from the BSS LiI(Eu) by about 1%.
Nuha Nabilah Utrujjah, Firdy Yuana, Bunawas
Sebagai salah satu laboratorium eksterna yang bergerak di bidang keselamatan radiasi, NuklindoLab memiliki layanan evaluasi dosis perorangan Hp(10) dan Hp(0,07) dengan menggunakan dosimeter termoluminisensi TLD CaSO4:Dy. Saat ini NuklindoLab telah melayani sebanyak 1350 pelanggan di sektor kesehatan yang terdiri atas klinik dan rumah sakit kelas A, B, C, sehingga layanan evaluasi dosis harus terjamin baik. Penelitian ini mencangkup jaminan mutu internal dan eksternal layanan evaluasi dosis Hp(10) dan Hp(0,07) di NuklindoLab – Kop JKRL. Jaminan mutu internal yang dilakukan, yaitu analisis background TLD CaSO4:Dy, QC Chart TLD Reader, kurva kalibrasi, yang dimana semuanya berada dalam rentang baik. Untuk memverifikasi hal tersebut, dilakukan kalibrasi dengan medan radiasi campuran Cs-137 dan Sr-90 dengan variasi dosis 10x, 15x, dan 20x dari limit deteksi. Ketidakpastian yang dihasilkan masih berada di bawah 42% sehingga masih berada dalam rentang batas toleransi IAEA. Selain itu, dilakukan pula blind test untuk melihat performa peralatan dan personel dengan penyinaran campuran antara Cs-137 dan Sr-90 dan dengan abu kaos lampu. Simpangan yang didapatkan oleh abu kaos lampu lebih baik, yaitu sebesar 11,2% untuk Hp(10) dan 10,8% untuk Hp(0,07) sehingga hal ini mengindikasikan bahwa uji blind test juga bisa dilakukan dengan sumber abu kaos lampu. Sedangkan, jaminan mutu eksternal yang dilakukan yaitu membandingkan antara interkomparasi eksternal yang pernah dilakukan 2019 dan 2021 memiliki performa yang baik, dimana hasil yang didapatkan 95% berada di dalam kurva terompet.
BunawaS, J. Dumais, Rasito
Telah didesain fasilitas SINETJA (Simulasi Neutron Tempat Kerja) yang akan digunakan untuk kalibrasi detektor dan dosimeter neutron. SINETJA didesain dengan memanfaatkan sumber neutron AmBe 5 Ci yang ditempatkan di dalam tabung parafin berdiameter 90 cm, tinggi 120 cm dan tebal 20 cm. Di dalam tabung ditempatkan moderator dari bahan polietilen berbentuk silinder dengan diameter 20 cm dan panjang 45 cm. Distribusi fluks dan spektrum neutron di dalam tabung parafin disimulasikan menggunakan MCNP. Hasil simulasi MCNP menunjukkan bahwa pada posisi 90 cm dari sumber AmBe diperoleh spektrum neutron dengan komposisi neutron termal 90%, epitermal 6%, dan cepat 4%, dengan total fluks 1190 n/cm2.s. Spektrum neutron dengan jumlah fluks dan komposisi energi tersebut memenuhi ISO 12789-1 untuk fasilitas kalibrasi detektor dan dosimeter neutron untuk medan neutron daerah kerja.
Rasito, Bunawas, Tri Cahyo, Ade Suherman, dan P. Sukmabuana
Dalam pengembangan fasilitas kalibrasi foton energy rendah-menengah telah disimulasikan beberapa jenis material kolimator pada irradiator gamma sesuai desain ISO 4037-1 yang dihubungkan dengan spectrum berkas dan KERMA yang dihasilkan. Empat jenis material kolimator yaitu Al, Fe, Pb, dan Cu telah disimulasikan dengan sumber gamma 241Am, 57Co, 137Cs, dan 60Co. simulasi dilakukan menggunakan metode Monte Carlo dengan program PHITS. Berdasarkan hasil perbandingan kerma udara yang dihasilkan maka disimpulkan bahwa kolimator berbahan Al cocok untuk sumber gamma 241Am, material Fe cocok untuk sumber gamma 57Co, dan material Pb cocok untuk sumber gamma 137Cs dan 60Co.
Fajar Hastuti Ernawati, Sri Herwiningsih, Bunawas
Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan gama penting dilakukan untuk memperkirakan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dosis ekuivalen terarah H’(0,07) dan dosis ekuivalen ambien H*(10) di Instalasi Kedokteran Nuklir. Pengukuran dilakukan dalam 2 tahap yaitu detektor tanpa filter dan detektor dengan filter pemblokir beta Aluminium tebal 1,5 mm. Jarak pengukuran disesuaikan dengan posisi pekerja saat bekerja. Dari hasil pengukuran tanpa filter didapatkan laju dosis (H’(0,07) dan H*(10)), dan pengukuran dengan filter didapatkan laju dosis H*(10). Laju dosis paparan radiasi beta H’(0,07) didapatkan dari selisih hasil pengukuran pertama dan kedua, dan hasilnya dikalikan dengan faktor koreksi. Laju dosis yang sebenarnya berada di ruangan dapat diketahui dengan cara laju dosis yang terukur di alat dikurangi dengan laju dosis background dan dikalikan dengan besar faktor kalibrasi alat ukur. Hasil pengukuran dosis ekuivalen terarah H’(0,07) yaitu 0,03 – 5608,77 μSv/jam dan dosis ekuivalen ambien H*(10) yaitu 0,02 – 68,65 μSv/jam. Dengan tingginya laju dosis yang terukur, maka pekerja radiasi berisiko menerima dosis H’(0,07) dan H*(10) yang melebihi batas dosis yang telah ditentukan BAPETEN sebesar 500 mSv/tahun untuk H’(0,07) dan 20 mSv/tahun untuk H*(10). Maka dari itu, pemantauan rutin terhadap paparan radiasi beta dan gama di instalasi Kedokteran nuklir perlu dilakukan untuk mencegah dan meminimalisasi terjadinya dosis paparan radiasi beta dan gama berlebih yang diterima oleh pekerja radiasi.
Muhammad Helmi Hakim, Chomsin Sulistya, Bunawas, Rasito
Spektrum neutron di Linear Accelerator (LINAC) diperlukan dalam kegiatan proteksi radiasi neutron. Tujuan penentuan spektrum neutron di LINAC menggunakan Passive Single Sphere Spectrometer adalah mendapatkan spektrum dan nilai fluks neutron yang dihasilkan dari LINAC dan mengetahui pengaruh tegangan masukan pada LINAC terhadap spektrum dan fluks neutron keluaran. Perangkat Single Sphere Spectrometer (SSS) dengan diameter 30 cm menggunakan detektor keping emas yang berjumlah tujuh keping diletakkan pada posisi dengan jari-jari (0, 3, 6, 9, 11, 12, 13 cm) dari pusat SSS. Pengukuran laju cacah dilakukan dengan menempatkan SSS tepat di bawah gantry LINAC dengan jarak SSD 100 cm. Selanjutnya, laju cacah digunakan sebagai data masukan program UMG 3.3 untuk mendapatkan spektrum. Dari hasil pengukuran, fluks neutron total pada LINAC 10 MV dan 15 MV sebesar 5,78 +- 104 n/cm2.s +- 0,01 +- 104 dan 9,44 +- 105 n/cm2.s +- 0,22 +- 105, sehingga kenaikan tegangan masukan pada LINAC diikuti oleh kenaikan fluks neutron.
Lia Wilda Izzati, M. Agus Firmansyah, dan Bunawas
Radioterapi merupakan modalitas paling umum yang digunakan untuk mengobati kanker pada manusia. Salah satu pesawat yang dapat menghasilkan radiasi pengion energi tinggi dalam bidang radioterapi adalah pesawat Linear Accelerator (LINAC) mode elektron. Selama pengoperasian normal, terdapat potensi bahaya non radiasi yang perlu diperhatikan yaitu produksi ozon saat pengoperasian LINAC mode elektron. Sebelum elektron mengenai target kanker, elektron bergerak melewati udara dan berionisasi dengannya sehingga membentuk Ozon (O3). Ozon bersifat oksidatif dan sangat berbahaya bagi kesehatan pernafasan manusia, khususnya para pekerja radiasi. Oleh karena itu, nilai batas ambang paparan ozon bagi pekerja adalah sebesar 0,1 ppm. Dalam makalah ini, besar konsentrasi ozon dihitung secara teoritis dengan asumsi 5 pasien per hari, asumsi kuat arus 2 μA dan 20 μA, energi LINAC 8 MeV, waktu radiasi 2 menit, dan kondisi ruang tertutup bervolume 556427,85 liter. Pada kuat arus 20 μA, besar konsentrasi ozon dalam sehari melebihi batas ambang yang dianjurkan. Hal ini dapat meningkatkan risiko paparan ozon dan berdampak buruk pada kesehatan pernafasan pekerja dan pasien di sekitar ruang tersebut. Dari makalah ini, diharapkan seluruh instalasi radioterapi di Indonesia yang menggunakan LINAC elektron dapat mengevaluasi konsentrasi ozon yang dihasilkan, serta dapat meningkatkan proteksi dan keselamatan paparan ozon di lingkungan kerja dengan cara memperbesar laju ventilasi udara atau memasang filter karbon aktif supaya risiko paparan ozon dapat diminimasi dengan baik.